Selasa, 14 Januari 2014

Dalam sebuah malam

Terkadang sebuah malam begitu berarti untuk seserorang. Tapi untukku.. Terkdang terasa sama seperti hari ini.. semua biasa.. Bahkan meremehkan..

Ya! begitulah kepedihan hati yang gue rasakan. Mungkin jika terdengar begitu remeh. Maklumlah cerita masa muda. Mungkin temen-temen gue ajah udah bosen dengerin cerita gue yang itu-itu aja. 

Terjebak dalam dua pilihan yang mengurung gue untuk ga bisa pilih satupun dari mereka. Dua-duanya begitu mempesona. Pastinya sangatlah mudah bagi kita jika terperangkap dalam pilihan baik dan jahat. Pastinya kita pilih yang terbaik buat kita. Namun, pilihan ini membuat gue ga bisa berkutik sedikit pun. Karena dua-duanya begitu baik. Dan gue hanya dapat diam seribu bahasa menunggu terlihatnya matahari keluar dari gunung. 

Bukan saja bingung menentukan pilihan. Tetapi bingung sampai kapan harus menunggu agar pilihan itu yang datang dengan sendirinya.Walau gue bingung dengan pilihan itu, gue memang agak mengfokuskan diri gue pada pilihan ke 2. Gue pernah mendengar kata seseorang motivator yaitu Mario Teguh, katanya"Jika kamu mencintai 2 laki-laki dalam waktu yang bersamaan, pilihlah yang ke 2." Nah sekarang yang menjadi masalah bagaiman caranya agar gue bisa menjalin hubungan dengannya. Gue juga pernah menonton sebuah film, salah satu tokoh perempuan dalam film itu berkata "Tidak enak ya jadi perempuan, kalau suka seseorang ga bisa nembak duluan." sehentak gue setuju. Tapi jawaban dari teman laki-lakinya juga benar " Walaupun begitu, tapi setidaknya perempuan itu harus mengungkapkan perasaannya karena meski cowok punya keberanian tapi mereka butuh kepastian." Mendengar perkataan itu gue teringat dengan satu teman sebangku gue, yang pendapatnya sama dengan tokoh laki-laki di film. Setiap gue cerita dengannya tentang perasaan gue, jawabannya hanya satu, ya itu, "lo harus ungkapin ke dia." semua membuat gue menghela nafas untuk kesekian kalinya. 

Kebingungan itu membuat gue jadi ga bisa tidur hari ini. Tak tahu berbuat apa. Dan hanya bisa mengetik isi hati di secarik lembaran yang terpampang di depan mata.

Gue dengan dia memang bisa di bilang dekat. Ya walaupun kedekatan kita cuma sebatas belajar bareng, BBMan setiap hari, ya cuma ajah sih. Tapi setidaknya lumayanlah daripada tidak sama sekali. Terkadang jadi teman dekat yang memiliki perasaan ada kala tidak enaknya. Waktu itu saat ia ngobrol atau gangguin seorang teman cewek di kelas, serius gue cemburu abis. Kabarnya dulu, dia suka tuh cewek sebelum gua suka dan deket sama dia. Padahal ga ada hak gue untuk cemburu toh gue belum jadi apa-apanya dia. Perasaan gue saat itu seperti dunia yang kehilangan sinar matahari. Tapi banyak sumber yang berkata kalo dia ga akan suka sama temen cewek gue itu. Ya memang bisa dilihat  dari tingkah lakunya. Memang pernyataan itu lumayan melegakan, walaupun di pikiran gue masih berpikir kalau ga ada yang ga mungkin di dunia ini. Sekarang gue bingung mau berbuat apa. Jujur! Gue masih belum berani mengungkapkan perasaan gue. Gue cuma bisa menjalani aja segala yang bisa gue jalani.Dan gue juga cuma bisa berusaha melakukan pendekatan kepadanya. Seandainya dia peka dengan apa yang gue lakukan. Hahaha. Well, dialah alasan mengapa puisi Matahari duniaku itu muncul. Ini gue buat ketika gue galau karena dia ngobrol sama teman cewek di kelas. Beginilah bunyinya..

Matahari duniaku

Kulihat silau indah di matamu
Begitu nikmat dan menyentuh hati
Cerah bagaikan sinar mentari
Yang berkilauan menyinari dunia

Namun,
Seiring kupandangi indahnya kau
Sinarmu menyinari dunia lain
Yang ku tak tahu bagaimana wujudnya

Mungkin,
Ini hanya perasaanku
aku tak dapat berbuat apapun
Sebagai dunia yang hanya bisa menunggu
Menunggu dalam keheningan

Aku pun tahu yang pasti
Dalam dunia yang gelap ini
Sinar matahari itu pasti ada
Walaupun ia tertutupi awan
Tapi dia akan selalu menyinari dunia

Ya harapan gua satu. Agar matahri gua itubisa peka dengan semua kemodusan yang uda gua lakukan ke dia setiap harinya. -Novel-