Rabu, 10 Mei 2017

Fenomena Pemimpin Jakarta


Aku adalah salah satu orang yang sama sekali tidak tertarik soal politik sedikitpun sedari dulu. Namun, ada fenomena yang menarik untuk ku tulis dalam lembaran online ini. Fenomena yang mungkin cukup sensitif bagi sebagian orang, senggol sedikit bacok kayaknya. Hehehe.

Pemimpin Jakarta, yang sedang viral dibicarakan dalam segala perbincangan, ntah itu di TV, sosial media, sampai-sampai grup-grup personal whats app, line bahkan ketika sedang ngobrol biasa. Aku akan bersikap senetral mungkin disini. Walau aku yakin, kalian sudah tahu senang kepada siapa sejak zaman dahulu kala. Sejak dia belum menjadi pemimpin Jakarta. Namun bukan karena kita satu ras, tapi karena aku tahu kinerjanya.

Terlepas dari masalah siapa yang aku dukung. Aku menangkap sebuah pembelajaran dari fenomena pemimpin Jakarta ini. Aku ditegur banyak hal oleh. Oke, kita mulai dari pilkada, dimana banyak umat dari semua agama (bahkan aku dengar sendiri dari ruang kamarku) yang berdoa mati-matian agar para pemimpin yang mereka harapkan menang. Ya, tak perlu berbohong mungkin aku pun begitu. Namun, aku ditegur “Kenapa kamu berdoa ketika sedang berharap sesuatu hal yang kamu inginkan? Kenapa tidak berdoa demi keamanan, kelancaran, dan suatu hal yang hasilnya baik.” Lalu saat hasil tidak sesuai, banyak keluhan sana sini. Padahal aku tahu, segala hal yang terjadi itu telah diatur sedemikian rupa agar terjadinya indah. Sedih boleh, tapi DIA menegur bahwa segala hal yang terjadi itu kehendakNya. Ya, namanya juga manusia. Aku akui, aku pun sering menginginkan suatu hal yang aku mau, bukan yang DIA  rencanakan.

Setelah peristiwa pilkada lewat. Sekarang, yang sedang hangat-hangatnya adalah vonis hukuman 2 tahun penjara. Sedih memang mendengarnya. Aku tak membela siapapun. Namun, aku menganalisis sesuatu. Mungkin aku tidak terlalu paham dengan kasus yang terjadi dan membuat pemimpin Jakarta ini sampai di penjara. Yang ku ketahui, beliau diduga melakukan penistaan agama. Namun, sudah terungkap bahwa ada “manusia” yang telah mengedit dan memviralkan video tersebut sehingga muncul makna penistaan agama. Tapi beliau tetap dihukum? Hmmm.. Aku sempat sharing dengan temanku yang beragama saudara sepupu denganku. Aku yakin, dia paham betul akan agamanya. Dia mengakui bahwa sebenarnya pemimpin kita tidak salah. Intinya analisisku mengatakan bahwa bapak pemimpin Jakarta kita tak bersalah, namun karena masyarakat Jakarta yang belum dapat menerima perbedaan dan hadirnya beliau katanya dapat memicu perpecahan. Memang kita sudah terbiasa mungkin dengan streotype, prejudice dan lain-lain yang sebenarnya tidak perlu.

Well, aku mungkin tidak sehebat hakim Indonesia yang dapat memutuskan siapa yang salah dan siapa yang benar. Tapi, sekali lagi DIA, sang penciptaku mengajarkan sesuatu dari fenomena ini. Bahwa ada pengorbanan di setiap kita yang mengikuti jalan yang benar. Kita bisa lihat sekarang kinerja bapak pemimpin kita hingga sekarang. Korupsi berkurang, dana-dana tercatat dengan jelas dan banyak dana yang membuahkan hasil (RPTRA, Jakarta pintar sampai murid aku punya buku masing-masing dll). Aku percaya beliau adalah orang yang jujur. Nah, orang yang jujur memang banyak yang tidak suka sih ya. Hehehe. Walaupun buku PKN kelas 2 muridku menyatakan bahwa orang jujur akan mendapatkan banyak teman. Tapi, realitanya tidak begitu bukan? Contoh ada teman yang mengingatkan bahwa hari ini ada PR kepada guru, pasti dia akan dimusuhi satu kelas karena satu kelas tidak mengerjakan PR kecuali dia. Padahal ia baik, sudah bersikap jujur.


Tapi, aku juga merasa ada sebuah kesalahan yang terjadi para pendukung pemimpin kita. Ya, tak dapat dipungkiri, pemimpin kita seperti di “dewakan”. Aku tahu mungkin banyak jasa yang dirasakan begitu berarti. Boleh sedih, namun kita harus ingat bahwa segala hal yang terjadi di dunia ini, jika telah terjadi, pasti telah diijinkan oleh DIA yang maha kuasa. Pastinya Yang Maha Kuasa tahu apa yang paling indah buat bangsa ini. Jangan sampai kita bersedih sampai melupakan atau marah kepada DIA, ingat pencipta kita satu-satunya yang paling tinggi, DIA pencemburu. :)

Singkat cerita, aku tidak ingin membela siapapun di lembaran online ini, karena aku tahu masa kampanye sudah habis. Hehehe. Aku ingin bercerita saja kepada kalian bahwa fenomena pemimpin Jakarta ini membuat aku belajar sesuatu, karena diingatkan penciptaku:
1.       Berdoa setiap saat, jangan ada butuhnya saja. DIA juga berkata bahwa berdoa jangan menurut kehendak sendiri, tapi harus menyesuaikan kehendakNya.
2.       Mengerti bahwa, setiap orang yang menjunjung tinggi kejujuran pasti ada pengorbanan.
3.       Pencipta adalah satu-satunya yang boleh dijunjung tinggi.

Lumayan, fenomena ini membuat aku belajar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Melihat dari peristiwa dan juga menjadikan sang pemimpin sebagai role model. Aku pikir, memang beliau layak ditulis di lembaran online saya ini.


Akhir kata, siapapun yang memimpin kotaku nantinya aku berharap mereka dapat mengajarkanku nilai-nilai yang berguna bagi kehidupanku. Mungkin sama seperti pemimpin yang sekarang. Banyak nilai yang dapat membuatku lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta. Ya, itu tujuan hidupku. Tak peduli baju putih atau kotak-kotak, yang penting mereka bisa membawa masyarakat di kehidupan yang lebih baik. #SaveJakarta