Aku adalah salah satu orang yang sama sekali tidak tertarik
soal politik sedikitpun sedari dulu. Namun, ada fenomena yang menarik untuk ku
tulis dalam lembaran online ini. Fenomena yang mungkin cukup sensitif bagi
sebagian orang, senggol sedikit bacok kayaknya. Hehehe.
Pemimpin Jakarta, yang sedang viral dibicarakan dalam segala
perbincangan, ntah itu di TV, sosial media, sampai-sampai grup-grup personal
whats app, line bahkan ketika sedang ngobrol biasa. Aku akan bersikap senetral
mungkin disini. Walau aku yakin, kalian sudah tahu senang kepada siapa sejak
zaman dahulu kala. Sejak dia belum menjadi pemimpin Jakarta. Namun bukan karena
kita satu ras, tapi karena aku tahu kinerjanya.
Terlepas dari masalah siapa yang aku dukung. Aku menangkap
sebuah pembelajaran dari fenomena pemimpin Jakarta ini. Aku ditegur banyak hal
oleh. Oke, kita mulai dari pilkada, dimana banyak umat dari semua agama (bahkan
aku dengar sendiri dari ruang kamarku) yang berdoa mati-matian agar para
pemimpin yang mereka harapkan menang. Ya, tak perlu berbohong mungkin aku pun
begitu. Namun, aku ditegur “Kenapa kamu berdoa ketika sedang berharap sesuatu
hal yang kamu inginkan? Kenapa tidak berdoa demi keamanan, kelancaran, dan
suatu hal yang hasilnya baik.” Lalu saat hasil tidak sesuai, banyak keluhan
sana sini. Padahal aku tahu, segala hal yang terjadi itu telah diatur
sedemikian rupa agar terjadinya indah. Sedih boleh, tapi DIA menegur bahwa
segala hal yang terjadi itu kehendakNya. Ya, namanya juga manusia. Aku akui, aku pun sering menginginkan suatu
hal yang aku mau, bukan yang DIA rencanakan.
Setelah peristiwa pilkada lewat. Sekarang, yang sedang
hangat-hangatnya adalah vonis hukuman 2 tahun penjara. Sedih memang
mendengarnya. Aku tak membela siapapun. Namun, aku menganalisis sesuatu. Mungkin
aku tidak terlalu paham dengan kasus yang terjadi dan membuat pemimpin Jakarta
ini sampai di penjara. Yang ku ketahui, beliau diduga melakukan penistaan agama.
Namun, sudah terungkap bahwa ada “manusia” yang telah mengedit dan memviralkan
video tersebut sehingga muncul makna penistaan agama. Tapi beliau tetap
dihukum? Hmmm.. Aku sempat sharing dengan temanku yang beragama saudara sepupu
denganku. Aku yakin, dia paham betul akan agamanya. Dia mengakui bahwa
sebenarnya pemimpin kita tidak salah. Intinya analisisku mengatakan bahwa bapak
pemimpin Jakarta kita tak bersalah, namun karena masyarakat Jakarta yang belum
dapat menerima perbedaan dan hadirnya beliau katanya dapat memicu perpecahan. Memang
kita sudah terbiasa mungkin dengan streotype, prejudice dan lain-lain yang
sebenarnya tidak perlu.
Well, aku mungkin tidak sehebat hakim Indonesia yang dapat
memutuskan siapa yang salah dan siapa yang benar. Tapi, sekali lagi DIA, sang
penciptaku mengajarkan sesuatu dari fenomena ini. Bahwa ada pengorbanan di setiap kita yang mengikuti jalan yang benar.
Kita bisa lihat sekarang kinerja bapak pemimpin kita hingga sekarang. Korupsi berkurang,
dana-dana tercatat dengan jelas dan banyak dana yang membuahkan hasil (RPTRA,
Jakarta pintar sampai murid aku punya buku masing-masing dll). Aku percaya
beliau adalah orang yang jujur. Nah, orang yang jujur memang banyak yang tidak
suka sih ya. Hehehe. Walaupun buku PKN kelas 2 muridku menyatakan bahwa orang
jujur akan mendapatkan banyak teman. Tapi, realitanya tidak begitu bukan? Contoh
ada teman yang mengingatkan bahwa hari ini ada PR kepada guru, pasti dia akan
dimusuhi satu kelas karena satu kelas tidak mengerjakan PR kecuali dia. Padahal
ia baik, sudah bersikap jujur.
Tapi, aku juga merasa ada sebuah kesalahan yang terjadi para
pendukung pemimpin kita. Ya, tak dapat dipungkiri, pemimpin kita seperti di “dewakan”.
Aku tahu mungkin banyak jasa yang dirasakan begitu berarti. Boleh sedih, namun
kita harus ingat bahwa segala hal yang terjadi di dunia ini, jika telah
terjadi, pasti telah diijinkan oleh DIA yang maha kuasa. Pastinya Yang Maha
Kuasa tahu apa yang paling indah buat bangsa ini. Jangan sampai kita bersedih sampai melupakan atau marah kepada DIA,
ingat pencipta kita satu-satunya yang paling tinggi, DIA pencemburu. :)
Singkat cerita, aku tidak ingin membela siapapun di lembaran
online ini, karena aku tahu masa kampanye sudah habis. Hehehe. Aku ingin
bercerita saja kepada kalian bahwa fenomena pemimpin Jakarta ini membuat aku
belajar sesuatu, karena diingatkan penciptaku:
1.
Berdoa setiap saat, jangan ada butuhnya saja.
DIA juga berkata bahwa berdoa jangan menurut kehendak sendiri, tapi harus
menyesuaikan kehendakNya.
2.
Mengerti bahwa, setiap orang yang menjunjung
tinggi kejujuran pasti ada pengorbanan.
3.
Pencipta adalah satu-satunya yang boleh
dijunjung tinggi.
Lumayan, fenomena ini membuat aku belajar menjadi pribadi
yang lebih baik lagi. Melihat dari peristiwa dan juga menjadikan sang pemimpin
sebagai role model. Aku pikir, memang beliau layak ditulis di lembaran online
saya ini.
Akhir kata, siapapun yang memimpin kotaku nantinya aku
berharap mereka dapat mengajarkanku nilai-nilai yang berguna bagi kehidupanku. Mungkin
sama seperti pemimpin yang sekarang. Banyak nilai yang dapat membuatku lebih
mendekatkan diri kepada sang pencipta. Ya, itu tujuan hidupku. Tak peduli baju
putih atau kotak-kotak, yang penting mereka bisa membawa masyarakat di
kehidupan yang lebih baik. #SaveJakarta