Perasaan kacau menyayat hatiku saat ini. Perasaan kecewa,
sedih, kesal dan marah mengerubuti di setiap derap langkah aku berlaju. Sudah dua
minggu ini aku merasa gagal menjadi seorang pemimpin. Merasa sakit hati dan
merasa hilang harapan juga sedih yang tak terkira. Ya, mungkin dia yang berbuat
tak merasa apapun. Pastinya ia akan berlalu seperti angin topan yang berjalan,
seperti tak ada kesalahan. Hanya melaju tanpa alasan, bahkan ucapan maaf saja
di anggap tak sempat.
Disini pun aku merasakan suatu kata mutiara itu benar-benar
terjadi dan akupun merasakannya terhadap hatiku sendiri. Memang seorang yang
pintar, jika perilakunya nol besar, untuk apa? Rasanya sakit, seperti tak di
hargai. Mungkin memang disini aku tak menganggap satu orang pun seperti atasan
dan bawahan. Tapi bagiku, kesopanan merupakan ciri khas bangsa ini yang harus
dilakukan oleh semua orang. Tak hanya untuk orang yang di atas kita, walaupun
ia sederajat bahkan di bawah kita sekalipun sopan adalah hal yang harus
dilakukan.
Sebuah ilustrasi yang mungkin cukup menggambarkan. Anggaplah
kalian seorang staff di sebuah perusahaan. Ingin rasanya kalian meminta tolong
dibuatkan kopi oleh seorang OB. Bagaimana kah cara kalian memintanya? Seperti ini?
“Maaf pak, bolehkan saya minta tolong buatkan kopi?”
ATAU..
“Buatin gua kopi dong!!”
Mungkin tak semua orang memilih cara yang pertama. Tahukah kalian
rasanya seorang bapak OB ketika di lanturkan perintah yang tidak sopan itu? Pastinya
sangat kecewa karena ia di pandang rendah dan tak dihargai. Mungkin akan
setengah hati ia membuat kopi tersebut.
Tapi beranikah kalian menerapka cara kedua kepada seseorang
yang lebih tinggi dari pada anda, contohnya bapak direktur jika anda ingin
meminta tolong sesuatu? Pastinya dalam benak kalian semua itu mustahil, tak
mungkin, bahkan tak akan ada yang berani melakukan.
Sudahlah, aku pun tak tahu lagi ingin berkata apa. Aku seperti
diinjak olehnya. Ya benar, ternyata masih ada orang yang seperti itu. Mungkin umur
memang sama, mungkin aku tak menganggap seseorang itu bawahan, bahkan
sedikitpun aku tak menganggap aku pun atasan. Aku ingin semua bekerja sama demi
mencapai hasil yang terbaik. Namun, bagaimana caranya kita mendapat hasil yang
terbaik jika teguran saja tidak di dengar.
Mungkin hal ini adalah hal yang terlihat sangat sepele. Namun,
biarlah waktu yang menjawab segala kesepelean itu. Segala rasa emosi pun sudah
ku keluarkan. Aku tak tahu lagi apa yang harus kukeluarkan. Sampai sampah pun
telah habis. Ya kini hatilah yang menjawab. Perlu ku ingatkan lagi, dunia kerja
tidak mudah sayang. Kamu harus menerima teguran. Kamu juga harus menjaga segala
sikap dan perilaku. Tak cukup hanya pintar belaka. Ingatlah pula, bangsa ini
terkenal dengan sopan santunnya. Kalau dari hal yang sempit ini saja rasa itu
tak ada, bagaimana kamu mau jadi orang besar nanti. Aku tahu mungkin otakmu
hampir sama seperti albert einstein. Tapi dunia tak hanya membutuhkan
kepintaran belaka, persaingan tak lah sesempit itu. Hati dan perbuatan juga di
utamakan.
Tak apa hatiku dibuat seperti itu olehnya. Aku mengerti ada
masanya dimana kita menanam dan pastinya ladang kita menguning. Aku yakin nantinya,
ketika apa yang kita kubur akan dipanen. Tak mungkinkan ketika menanam jagung,
lalu memanen padi. Pesanku, belajarlah dengan segenap hatimu tentang apa yang
namanya perbuatan. Benar sungguh, sikap kita tak ternilai. Dari sikap kita,
akan terceminlah apa yang ada dalam diri. Biarlah perbuatan kamu, tak tercemin
manis di luar tapi busuk di dalam. Dengan royal aku berbagi pengalaman dan
segala pembelajaran ini. Itu semua tergantung sang penerima. Maaf mungkin
teguran adalah hal yang salah untuk anda. Tapi bagi orang yang menganggap
pembelajaran adalah suatu hal yang penting, teguran merupakan berlian mulia
yang berkilau. Dan mereka sadar bahwa setiap teguran menandakan mereka di
perhatikan dan disayangi.