Rabu, 30 Desember 2015

No Title (2)


Dalam rintikkan hujan, kembali hasrat menulisku muncul. Suatu malam di mana aku terletak hampir di penghujung tahun yang sebenarnya janganlah ia cepat berlalu. Aku tak ingin segala tekanan, tuntutan dan pengelihatan akan dunia ini cepat kembali dan merenggut masa tenangku sekarang. Bagiku tahun ke tahun memiliki ceritanya sendiri, kita belajar lebih dewasa lagi untuk menghirup udara. Bukan lagi menggunakan tabung oksigen yang mempermudah kita untuk bernapas.


Mungkin yang sedang kupelajari sekarang dan selagi membekas di hatiku adalah mengenai kerelaan. Derai air mata yang mungkin tak diketahui khalayak terus mengalir ketika aku dihadapi dalam keadaan itu. Dimana dahulu, orang-orang yang kita cintai satu persatu menghilang dari depan muka. Fisik memang terlihat, namun hati itu pergi. Tak bicara soal kekasih, namun lingkungan yang tadinya nyaman menjadi tidak nyaman.


Belum lagi, sakit hatiku melihat jelas orang-orang yang datang dan pergi semudah itu dari hadapanku. Mungkin saat ia membutuhkan, raganya jelas.Namun saatku diam membisu, raganya buram bahkan gelap. Aku tahu sosokku adalah pribadi yang mungkin tak ada harganya. Sudah lelah perjuanganku untuk bersikap indah di depan orang. Namun, banyak yang salah mengartikan. Dan terkadang, mereka lebih mementingkan orang yang membawa keberuntungan untuknya. Jujur aku iri dengan lingkunganku. Aku juga bingung bagaimana aku harus bersikap, ditengah masa pencarian jati diriku yang telah kadarluwarsa.


Sempat aku bercerita terhadap seorang sahabat. Bukannya aku marah kepada mahluk itu, namun aku marah terhadap keadaan yang ia ciptakan dan ku alami. Mungkin, di angkasa luas. Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya sampai rasa gundah gulana itu lenyap. Ya, tentu saja itu hal yang mustahil. Dimana kita terjebak dalam kotak kaku yang sempit dan berhempitan. Langkah kakipun dapat terdengar sampai rumah tetangga.


Soal cinta. Mungkin ini adalah tahun terbingung disepanjang hidupku. Ya, memang sedari dulu aku adalah pengecut yang sering mencintai manusia di dalam diam. Silent love ku yang sekarang memang sangat silent dan dapat dihitung dengan jari orang yang mengetahuinya. Mungkin hanya satu, itu juga tidak sengaja. Memang soal cinta aku lemah dan tak berdaya.


Memasuki penghujung-penghujung hari menuju tahun yang baru. Sempat aku mengingat-ngingat kembali tentang kisah lama yang menurutku begitu menyakitkan. Mungkin beberapa hari ini aku sempat berhubungan dengan tokoh kisah lamaku ini. Namun, seperti biasa pasti kalian tahu kan? Ya, akulah penulis yang menjadi langganan pemeran cinta dengan sikap manis di awal, lalu dihempaskan ke tanah. Hahaha. Itulah yang mungkin sedang membuat aku meringis kesakitan dan resah berulang di dada.


Semua yang telah terjadi itu adalah semua materi dengan subject kerelaan. Dimana, kita harus rela dengan keadaan yang terjadi. Rela pula di tinggal pergi. Dan harus rela beradaptasi. Sakit memang rasanya. Namun, hanya satu pikiranku, semua Tuhan ciptakan menakjubkan dan sebuah langkah untuk kami menuju kedewasaan sejati.


Menonton acara televisi dengan beragam cinema dan FTV. Secara kritis terlihat, Mengapa keindahan cinta di dalamnya sekebetulan itu? sampai, aku berpikir ingin menjadi aktris saja agar setidaknya bisa merasakan kisah kebetulan itu walau hanya akting belaka. Ya, mungkin ini aku. Yang selalu dibuat rapuh oleh keadaan. Maaf, jika terlalu remeh masalahku ini. mungkin kelemahanku tak bisa begitu banyak dan begitu sempurna menceritakan tentang kepedihan hati ini. Bukan karena tak dapat merangkai kata, namun aku tak sanggup harus merasakan kembali rasa itu ketika aku menulis.


Mungkin keinginanku di tahun depan, tak akan ku tulis disini. Namun, penulis yakin semua pembaca tahu apa yang penulis inginkan. Tentu saja bisa lepas dari segala sakit hati yang menghadang. Walau itu tak mungkin, karena sesosok daging tak akan lepas dari perasaan. Tapi biarlah hanya udara yang tahu, walau hanya sekedar tahu, setidaknya ia diam dan tak mengganggu bahkan memperburuk keadaan itu.


23.42