Dalam rintikkan hujan, kembali hasrat menulisku muncul. Suatu
malam di mana aku terletak hampir di penghujung tahun yang sebenarnya janganlah
ia cepat berlalu. Aku tak ingin segala tekanan, tuntutan dan pengelihatan akan
dunia ini cepat kembali dan merenggut masa tenangku sekarang. Bagiku tahun ke
tahun memiliki ceritanya sendiri, kita belajar lebih dewasa lagi untuk
menghirup udara. Bukan lagi menggunakan tabung oksigen yang mempermudah kita
untuk bernapas.
Mungkin yang sedang kupelajari sekarang dan selagi membekas
di hatiku adalah mengenai kerelaan. Derai air mata yang mungkin tak diketahui
khalayak terus mengalir ketika aku dihadapi dalam keadaan itu. Dimana dahulu,
orang-orang yang kita cintai satu persatu menghilang dari depan muka. Fisik memang
terlihat, namun hati itu pergi. Tak bicara soal kekasih, namun lingkungan yang
tadinya nyaman menjadi tidak nyaman.
Belum lagi, sakit hatiku melihat jelas orang-orang yang
datang dan pergi semudah itu dari hadapanku. Mungkin saat ia membutuhkan,
raganya jelas.Namun saatku diam membisu, raganya buram bahkan gelap. Aku tahu
sosokku adalah pribadi yang mungkin tak ada harganya. Sudah lelah perjuanganku
untuk bersikap indah di depan orang. Namun, banyak yang salah mengartikan. Dan terkadang,
mereka lebih mementingkan orang yang membawa keberuntungan untuknya. Jujur aku
iri dengan lingkunganku. Aku juga bingung bagaimana aku harus bersikap,
ditengah masa pencarian jati diriku yang telah kadarluwarsa.
Sempat aku bercerita terhadap seorang sahabat. Bukannya aku
marah kepada mahluk itu, namun aku marah terhadap keadaan yang ia ciptakan dan
ku alami. Mungkin, di angkasa luas. Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya
sampai rasa gundah gulana itu lenyap. Ya, tentu saja itu hal yang mustahil. Dimana
kita terjebak dalam kotak kaku yang sempit dan berhempitan. Langkah kakipun
dapat terdengar sampai rumah tetangga.
Soal cinta. Mungkin ini adalah tahun terbingung disepanjang
hidupku. Ya, memang sedari dulu aku adalah pengecut yang sering mencintai
manusia di dalam diam. Silent love ku yang sekarang memang sangat silent dan
dapat dihitung dengan jari orang yang mengetahuinya. Mungkin hanya satu, itu
juga tidak sengaja. Memang soal cinta aku lemah dan tak berdaya.
Memasuki penghujung-penghujung hari menuju tahun yang baru. Sempat
aku mengingat-ngingat kembali tentang kisah lama yang menurutku begitu
menyakitkan. Mungkin beberapa hari ini aku sempat berhubungan dengan tokoh
kisah lamaku ini. Namun, seperti biasa pasti kalian tahu kan? Ya, akulah
penulis yang menjadi langganan pemeran cinta dengan sikap manis di awal, lalu
dihempaskan ke tanah. Hahaha. Itulah yang mungkin sedang membuat aku meringis
kesakitan dan resah berulang di dada.
Semua yang telah terjadi itu adalah semua materi dengan
subject kerelaan. Dimana, kita harus rela dengan keadaan yang terjadi. Rela pula
di tinggal pergi. Dan harus rela beradaptasi. Sakit memang rasanya. Namun,
hanya satu pikiranku, semua Tuhan ciptakan menakjubkan dan sebuah langkah untuk
kami menuju kedewasaan sejati.
Menonton acara televisi dengan beragam cinema dan FTV. Secara
kritis terlihat, Mengapa keindahan cinta di dalamnya sekebetulan itu? sampai,
aku berpikir ingin menjadi aktris saja agar setidaknya bisa merasakan kisah
kebetulan itu walau hanya akting belaka. Ya, mungkin ini aku. Yang selalu
dibuat rapuh oleh keadaan. Maaf, jika terlalu remeh masalahku ini. mungkin
kelemahanku tak bisa begitu banyak dan begitu sempurna menceritakan tentang
kepedihan hati ini. Bukan karena tak dapat merangkai kata, namun aku tak
sanggup harus merasakan kembali rasa itu ketika aku menulis.
Mungkin keinginanku di tahun depan, tak akan ku tulis
disini. Namun, penulis yakin semua pembaca tahu apa yang penulis inginkan. Tentu
saja bisa lepas dari segala sakit hati yang menghadang. Walau itu tak mungkin,
karena sesosok daging tak akan lepas dari perasaan. Tapi biarlah hanya udara
yang tahu, walau hanya sekedar tahu, setidaknya ia diam dan tak mengganggu
bahkan memperburuk keadaan itu.
23.42
Tidak ada komentar:
Posting Komentar