“Mengapa?”
Selalu ada di benakku, menghantui setiap pikiran kelam ini,
dan selalu bertanya-tanya di sela-sela hati yang gundah.
Mengapa mereka bisa ini, sedangkan aku tak bisa?
Mengapa aku yang harus mencintainya terlebih dahulu bukannya
dia?
Mengapa tubuhku tak sempurna?
Mengapa ada orang membenciku, kenapa tak semuanya saja
mencintaiku?
Mengapa aku selalu kesulitan dalam menjalani semuanya?
Dan lain-lain..
Aku terlahir tak sempurna. Banyak hal dalam kekuranganku
yang membuat sulit untuk berkembang. Banyak suara kiri kanan yang berkata bahwa
aku tak ada apa-apanya, aku tak bisa dan aku tak memiliki kemampuan apapun yang
dapat kubanggakan. Ya, berbeda pastinya dengan kalian. Atau.. mungkin kita
sedang dalam hal yang sama? Entahlah, aku tak tahu.
Ya, yang aku tahu, aku salah. Hal itu membuatku jatuh dan menutup
diri. Aku merasa dunia sama sekali tak membutuhkan aku. Oke! Oke! Mungkin terlalu
berlebihan. Namun, kadang kedagingan ini membuat aku secara manusiawi berpikir
sesingkat itu.
Hmm..
Namun, makin kesini, aku merasa sungguh berdosa. Siapa aku
manusia yang hanya dapat mengeluh. Padahal aku tahu, penciptaku maha memberi,
maha tahu dan selalu punya yang terbaik dari hidupku. Sadarkah kita? Waktu sangat singkat. Paling lama
hidup hanya 100 tahun. Dan dalam waktu itu pula belum tentu kita dapat
menghabiskan jarak dari bumi ke matahari. Tapi, kita memakainya hanya untuk
bertanya “mengapa” tanpa melakukan suatu hal yang berguna dalam diri. Sungguh
sia-sialah aku.
Akhirnya.. Aku bangun.. Berdiri.. Sambil menghirup napas sepanjang yang aku bisa.. Dan menghembuskannya kembali ke alam.
Ya, bersyukur sesimple itu. Aku terlalu bodoh yang selalu
memikirkan bahwa keajaiban selalu bermula dari hal yang besar. Padahal dalam
hidup ini banyak sekali alasan untuk kita bersyukur. Kadang jatuh ke tanah pun
kita dapat bersyukur. Hmm caranya? Coba sadari, jikakita jatuh, lalu sakit, itu
artinya syaraf dalam tubuh kita masih sehat dong ya. Bayangkan, kita sudah
berdarah-darah lalu tak merasa sakit sedikitpun. Hanya itu singkatnya.
Terlalu mudahnya aku bertanya “mengapa”, namun sulit melontarkan kata “terimakasih”. Padahal
panjangnya tak seberapa berbeda. Tak sanggup aku memilikirkan isi hati Tuhan,
yang pastinya sedih karena keluh kesah yang aku buat. Ya, rasanya seperti
mendengar temanmu curhat untuk masalah yang sama berulang-ulang.
cr: hosemotret |
Terkadang aku tertegun, mengapa aku sulit berterimakasih? Berterimakasih
atas hari ini, atas indahnya alam yang ku lihat sampai berterimakasih atas
kesakitan yang dapat aku rasakan. Tak terbayang jika aku manusia yang tak dapat
marah, tak dapat sakit dan tak dapat sedih. Mungkin hidup lebih tak berguna
lagi jadinya.
Aku ingin berubah untuk bersyukur. Dan berhenti mengeluh. Seperti
kata sebuah quote “Baiklah kita berubah untuk diri kita sendiri bukan karena
orang lain. –AJC.” Ya, demi kebaikan
kita sendiri kita harus berubah. Bukan karena mereka yang mencerca aku dan
mengatakan aku tak bisa. Namun, karena aku yang sudah terlanjur sedih melihat
isi hati sang pencipta.
Sekarang tak akan ku ijinkan semua benih perkataan jahat
tumbuh subur di hati ini. Orang-orang yang berkata aku tak bisa, tak mampu dan
tak berguna, akan ku hilangkan. Karena aku tahu bahwa Dia telah memberiku
kemampuan dan seluruh keajaiban itu ada di sekitar kita. Hai pembaca, bukan
maksud dariku untuk menggurui kamu ya. Aku hanya menceritakan saja hal bodoh
yang aku sudah perbuat sebelumnya. Barangkali kita dapat bersama-sama berubah
untuk diri kita sendiri. Aku pun
sekarang sadar, dalam segala situasi yang ada di dalam hidupku sekarang, sudah
layak dan sepantasnya aku berterimakasih padaNya.
“It’s better say thank you than why, Right?” –SC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar