Selasa, 30 Desember 2014

Normalkah jika Aku Menangis?


Sudah lama jari jemari ini tak menari dalam sebuah rangkaian kata. Mungkin sebenarnya banyak dari hati ini yang ingin diungkapkan. Namun, kesibukan yang menghalangi ketikan-ketikan itu terungkap dalam sebuah lembaran kosong. Liburan kali ini aku pun menyempatkan diri untuk menuliskan segala rasa dalam hati. Sebelum melanjutkan, aku ingin bertanya sebuah pertanyaan yang sekarang berada di otakku, Apakah normal jika seorang manusia menangis?

Terkadang menangis adalah sesuatu hal yang dianggap haram dalam hidup. Berusaha tersenyum tegar dan menorehkan seluruh tatapan tajam yang menandakan ketegaran itulah yang sering terpancar dalam raut wajah. Berusaha juga meng”iya”kan segenap rasa di hati membuat raga ini bergejolak, namun tetap diam dalam dentuman sederhana di setiap detik. Aku pun merasa seperti itu. Terkadang menangis adalah hal yang tak akan ku lakukan. Senyuman-senyuman sederhana dan juga terlihat seperti tegar sering kuluncurkan. Mungkin setiap sakit hati kulewati begitu saja. Perkataan mereka yang penuh ketajaman kulewati begitu saja dan kuhiasi dengan tawa indah juga senyuman manis di bibir. Semuanya menandakan bahwa itu baik-baik saja.

Sempat aku mendengar bisikan berikut ini, “orang yang terlihat senang, padahal hatinya menangis.” Dalam hati aku meng”iya”kan seluruh kalimat itu. Namun, seperti biasa tak ada yang dapat kutunjukkan, hanya senyuman tanda kesenangan berkumpul bersama teman. Dan semua itu hanya angin lalu, hanya candaan biasa yang lewat begitu saja.

Terkadang aku tersadar, semua yang kulakukan hanya menambahkan luka goresan di hati. Namun, apa dikata, aku selalu berpikir inilah aku. Sampai ada satu moment dimana aku tersadar. Semua yang aku lakukan selama ini lah yang berdosa, aku telah berbohong, terutama pada diriku sendiri dan juga orang lain. Walau seharusnya yang ku lakukan adalah jujur kepada semua tentang perasaan ini. Aku memilih diam karena takut tak punya teman. Terlalu takut untuk dijauhi dan terlalu takut pula dianggap tidak asik. Memang terkadang pemikiran yang sangat bodoh.

Menurutku salah satu hal yang tak dapat kulakukan adalah menangis. Ya, aku selalu tak ingin menangis, walau dalam kamarku sendiri, dalam sebuah kesendirian atau bahkan dalam gelap sekalipun. Sampai tibalah aku pada sebuah moment yang membuat air mata ini tertumpah, walau tertumpah karena hal yang sepele. Aku pun bingung dengan keadaan hatiku, terkadang ia terlihat kuat seperti batu karang tetapi memiliki isi yang lemah seperti kapas. Sulit di tebak walau hati itu milikku sendiri.


Di tahun baru ini aku memang bertekad untuk berubah. Memang sangatlah sulit untuk merubah seluruh hal itu. Tapi akan ku coba di mulai dari diri sendiri. Berubah untuk mengklarifikasi segala perasaan di hati, tak mencoba untuk membohongi perasaanku sendiri dan menganggap bahwa menangis merupakan hal yang lumrah untuk di lakukan. Walaupun aku hanya bisa menangis dalam kegelapan, dalam guyuran air bersih di bawah pancuran dan juga menangis dalam kesendirian. Aku tetap ingin belajar menangis. Aku sadar sekarang, menangis merupakan obat yang melegakan. Dengan mencurahkan air mata itu, setidaknya membuat hati ini tenang karena segala kotoran dalam hati ikut keluar dalam cucuran air mata itu.


Aku mendengar sebuah quotes dari Raditya Dika yang merupakan referensi ketika aku menulis. Ia berkata bahwa “menangislah sampai kalian merasa kalian tak akan menangis lagi.” Ya benar, menangislah secara normal dan tidak berlebihan. Setelah itu bangkitlah dan berikan senyuman kepada dunia bahwa engkau baik-baik saja. Jangan sampai membohongi diri sendiri bahwa engkau tidak bersedih. Memang aku tak bisa membagikan seluruh kesedihanku kepada orang lain, tapi aku akan mencoba untuk mengklarifikasikan kepada hati pribadi terlebih dahulu. Memang gambar diriku sudah begitu adanya di depan orang-orang dan sangat sulit unuk mengubahnya. Namun, aku belajar dari seorang temanku bahwa marahlah jika engkau marah. Aku pun ingin menambahkan, “marahlah secara dewasa hingga masalah itu selesai, jangan meninggalkan masalah itu dengan berkata, “yasudahlah tak apa.” Jujur aku pun bosan untuk mengatakan itu.

Sekarang perlahan aku akan mengubah kebiasaan itu menjadi suatu kebiasaan baik. Ini salah satu yang ingin saya lakukan pada tahun selanjutnya. Bagaimana dengan kamu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar